Rabu, 06 Januari 2016

Analisa dumping dan anti dumping

Analisa dumping dan  anti dumping
Globalisasi adalah untegrasi Negara dengan masyarakat didunia yang dimungkinkan degan menurunkan biaya transportasi dan komunikasi, serta hilangnya hambatan bagi arus barang dan jasa, modal, pengetahuan dan orang antar Negara. Proses globalisasi dalam berbagai bidang serta perkembangan teknologi dan informasi menimbulkan gejala penyatuan ekonomi semua negara dan bangsa. Terjadi hubungan saling ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional ke dalam ekonomi global. Proses itu terjadi secara bersamaan dengan bekerjanya mekanisme pasar yang dijiwai persaingan. Tindakan persaingan antara pelaku usaha tidak jarang mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan harga ( price or nor price comeitition ). Dalam bentuk harga misalnya terjadi diskriminasi harga ( price discrimination ) yang dikenal dengan istilah dumping.
Dumping merupakan salah satu bentuk hambatan perdagangan yang bersifat nontarif, berupa diskriminasi harga. Masalah Dumping merupakan substansi dibidang rules making yang akan semakin penting bagi negara berkembang yang akan meningkatkan ekspor nonmigas terutama dibidang manufaktur. Perbuatan melakukan praktek dumping dianggap srbagai perbuatan yang tidak fair ( unfair ). Dikarenakan hal tersebut menimbulkan perdagangan yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor, perdagangan dengan motif dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih mudah daripada barang-barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis akan kalah bersaing. Praktik banting harga itupun dapat berakibat kerugian pada perusahaan domestik yang menghasilkan produk sejenis. Tindakan tersebut mengharuskan perintah suatu negara mengadakan pemabtasan-pembatasan tertentu terhadap berbagai praktek bisnis. Pembatasan tersebut merupakan peraturan perundang-undangan yang secara eksplisit memasukkan berbagai tindakan sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan dapat juga dinyatakan sebagai suatu tindak kejahatan ( Sukarmi 2002:7 ).
Istilah dumping didalam dunia bisnis sering dianggap sebagai praktek yang wajar dalam penjualan suatu barang oleh suatu barang oleh perusahaan industri, pada kenyataanya dapat menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dinegeri lain ( Negara Impor ). Dumping juga tidak terlepas dari praktik subsidi, proteksi, dan aneka bentuk tata Negara yang semuanya menjadi satu yaitu perdagangan bebas. Fakta global menunjukkan bahwa praktek dumping tidak menjadi hal yang baru, sekarang menjadi penting karena terjadi trade global. Daya saing dari industri negara-negara maju telah diimbangi oleh produsen negara-negara berkambang ( Jefry A.Frieden & David A Lake ).
Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari WTO, pernah mengalami tuduhan praktek dumping pada produk kertas yang diekspor ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp & Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte Ltd.
Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.
Indonesia untuk pertama kalinya memperoleh manfaat dari mekanisme penyelesaian sengketa atau Dispute Settlement Mechanism (DSM) sebagai pihak penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan atas penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain. Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan anti-dumping Korea ke DSM dalam kasus Anti-Dumping untuk Korea-Certain Paper Products.
Indonesia berhasil memenangkan sengketa anti-dumping ini. Indonesia telah menggunakan haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsip-prinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi.
Investigasi anti-dumping juga harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping dianggap tidak signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor) .Dan jika volume impor dari suatu produk dumping sangat kecil volume impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap berlaku jika produk dumping impor dari beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau lebih.
Referensi:
https://binchoutan.wordpress.com/2008/06/19/dumping-dan-penetapan-anti-dumping-studi-kasus/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar