Analisa dumping dan anti dumping
Globalisasi
adalah untegrasi Negara dengan masyarakat didunia yang dimungkinkan degan
menurunkan biaya transportasi dan komunikasi, serta hilangnya hambatan bagi
arus barang dan jasa, modal, pengetahuan dan orang antar Negara. Proses
globalisasi dalam berbagai bidang serta perkembangan teknologi dan informasi
menimbulkan gejala penyatuan ekonomi semua negara dan bangsa. Terjadi hubungan
saling ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional ke dalam ekonomi global.
Proses itu terjadi secara bersamaan dengan bekerjanya mekanisme pasar yang
dijiwai persaingan. Tindakan persaingan antara pelaku usaha tidak jarang
mendorong dilakukannya persaingan curang, baik dalam bentuk harga maupun bukan
harga ( price or nor price comeitition ). Dalam bentuk harga misalnya terjadi
diskriminasi harga ( price discrimination ) yang dikenal dengan istilah
dumping.
Dumping
merupakan salah satu bentuk hambatan perdagangan yang bersifat nontarif, berupa
diskriminasi harga. Masalah Dumping merupakan substansi dibidang rules making
yang akan semakin penting bagi negara berkembang yang akan meningkatkan ekspor
nonmigas terutama dibidang manufaktur. Perbuatan melakukan praktek dumping
dianggap srbagai perbuatan yang tidak fair ( unfair ). Dikarenakan hal tersebut
menimbulkan perdagangan yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor,
perdagangan dengan motif dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha
atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir
barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih mudah daripada
barang-barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis akan kalah
bersaing. Praktik banting harga itupun dapat berakibat kerugian pada perusahaan
domestik yang menghasilkan produk sejenis. Tindakan tersebut mengharuskan
perintah suatu negara mengadakan pemabtasan-pembatasan tertentu terhadap
berbagai praktek bisnis. Pembatasan tersebut merupakan peraturan
perundang-undangan yang secara eksplisit memasukkan berbagai tindakan sebagai
suatu perbuatan yang dilarang dan dapat juga dinyatakan sebagai suatu tindak
kejahatan ( Sukarmi 2002:7 ).
Istilah
dumping didalam dunia bisnis sering dianggap sebagai praktek yang wajar dalam
penjualan suatu barang oleh suatu barang oleh perusahaan industri, pada
kenyataanya dapat menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang
sejenis dinegeri lain ( Negara Impor ). Dumping juga tidak terlepas dari
praktik subsidi, proteksi, dan aneka bentuk tata Negara yang semuanya menjadi
satu yaitu perdagangan bebas. Fakta global menunjukkan bahwa praktek dumping
tidak menjadi hal yang baru, sekarang menjadi penting karena terjadi trade
global. Daya saing dari industri negara-negara maju telah diimbangi oleh
produsen negara-negara berkambang ( Jefry A.Frieden & David A Lake ).
Indonesia
sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga anggota dari
WTO, pernah mengalami tuduhan praktek dumping pada produk kertas yang diekspor
ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan
mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean
Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Perusahaan yang dikenakan
tuduhan dumping adalah PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp
& Mills, PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk dan April Pine Paper Trading Pte
Ltd.
Produk
kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk,
tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writing,
printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper
and other copying atau transfer paper.
Indonesia
untuk pertama kalinya memperoleh manfaat dari mekanisme penyelesaian sengketa
atau Dispute Settlement Mechanism (DSM) sebagai
pihak penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan atas
penerapan peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain.
Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan anti-dumping Korea
ke DSM dalam kasus Anti-Dumping untuk Korea-Certain Paper Products.
Indonesia
berhasil memenangkan sengketa anti-dumping ini. Indonesia telah menggunakan
haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsip-prinsip multilateralisme
sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi.
Investigasi anti-dumping juga harus dihentikan jika fakta
dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping dianggap tidak signifikan (dibawah
2% dari harga ekspor) .Dan jika volume impor dari suatu produk dumping sangat
kecil volume impor kurang dari 3% dari jumlah ekspor negara tersebut ke negara
pengimpor, tapi investigasi juga akan tetap berlaku jika produk dumping impor
dari beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7%
atau lebih.
Referensi:
https://binchoutan.wordpress.com/2008/06/19/dumping-dan-penetapan-anti-dumping-studi-kasus/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar